Suara Dapil 3 Sumenep, Media Informasi seputar Daerah Pemilihan 3 Sumenep, yang meliputi Kecamatan GANDING, Kecamatan GULUK-GULUK dan Kecamatan PRAGAAN. Sampaikan informasi dan keluhan Anda, melalui SMS Center di 08-123-5910-900. **********“Suara Dapil 3 Sumenep, Aspirasi Masyarakat Konstituen, Menuju Pemerintahan Sumenep Bersih Dan Sejahtera Dalam Arti Yang Sesungguhnya” **********

Sabtu, 01 September 2012

LINTAS POLITISI JAWA TIMUR

Pengentasan Kemiskinan di Jatim Bermasalah

 Surabaya- Pengentasan Masyarakat miskin (Maskin) di Jawa Timur temui banyak masalah. Ribuan rumah tangga miskin sasaran di berbagai sektor untuk program pengentasan kemiskinan belum banyak yang tergarap. Hal diatas diungkapkan Anggota Fraksi PKS Jatim DPRD Jatim, Ahmad Jabir saat di DPRD Jatim, Senin (09/07). 
"Kinerja pengentasan kemiskinan perlu dievaluasi dan di re-desain. Jangan sampai penurunan angka kemiskinan tadi lebih banyak karena pekerjaan orang lain yang tidak bersumber dari APBD,”
Read more >>

Peradaban Bermasalah

Parlemen di kala demokrasi liberal banyak di kritik, salah satunya tidak menghasilkan pemerintahan stabil yang dapat membawa pada pencapaian cita-cita kemerdekaan seperti yang dimimpikan itu.
Partai-partai melalui wakil-wakilnya di parlemen hanya saling gontok-gontokan, jatuh-menjatuhkan sehingga kabinet tidak pernah berumur panjang. Pemerintahan silih berganti, ada yang hanya berumur tak sampai setahun.
Read more >>

Warga Parebaan Nyaris Tewas Dikeroyok Empat Bersaudara

Carok massal di Dusun Keramas, Desa Parebaan, Kecamatan Ganding yang terjadi Jum’at (24/08) sekitar pukul 12.00 WIB siang kemarin nyaris memakan korban. Pemicunya belum diketahui pasti karena kepolisian masih melakukan olah TKP dan pengumpulan saksi-saksi dan informasi lain di lokasi kejadian.
Dul Fatah (47), saudara H. Waris (50) tinggal di Dusun Keramas pada koran Memo menjelaskan, jika pada siang kemarin, pihaknya didatangi empat orang laki-laki kerumah korban menanyakan Suwandi (30) anakn korban yang beberapa jam
Read more >>

Fasilitator Teknik PNPM Siap Gandeng Memo

Fasilitator Teknis (FT) PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Ganding meminta para Kepala Desa (Kades) di seluruh Kecamatan Ganding, agar benar-benar memahami Rencana Anggaran Biaya (RAB) Dalam rangka meningkatkan kualitas program PNPM kususya dibidang pembangunan inprastruktur dan prasarana  ditahun anggaran 2012.
Read more >>

Minggu, 11 Maret 2012

PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA

: ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR.

Perempuan banyak dijadikan bahan inspirasi bagi penyusunan karya sastra. Di
bidang sastra Indonesia perempuan banyak muncul dalam bentuk karya novel, cerpen
dan puisi. Kecenderungan itu menarik minat beberapa peneliti sastra untuk
mengangkat masalah perempuan baik dalam novel maupun puisi.
Read more >>

Usai Longsor, Camat Sosialisasi Teknik Aman Penambangan

Pragaan_Sumenep,  Pasca longsornya penambangan batu bata di Dusun Tenggina Desa Sentol Laok Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep, yang menelan dua korban tewas, Camat setempat bakal menggelar pertemuan dengan masyarakat.

Camat Pragaan Abdul Majid, Jumat (30/12/11) menjelaskan, pihaknya bersama forum pimpanan kecamatan kembali merencanakan pertemuan
Read more >>

Sabtu, 10 Maret 2012

Camat Ganding Dukung Festival Baca Puisi Expressiv


Sumenep- Untuk pertamakalinya Harian Pagi Memorandum biro Sumenep- Madura sengaja memilih kawasan kecamatan Ganding untuk pelaksanaan Festival Baca Puisi Expressive Se-Madura dan Gelegar Lomba Karaoke Dangdut Perdamaian 2012, sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan kesusasteraan
dan Kebubudayaan Madura.
Read more >>

DATA RTS PENERIMA RASKIN 2012, DIPUBLIKASIKAN DI WEBSITE SUMENEP

Pemerintah Kabupaten Sumenep berkomitmen untuk menginformasikan secara terbuka pada masyarakat, tentang daftar Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima manfaat raskin tahun 2012 di masing-masing Desa.

Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep, Drs. H. Syaiful Bahri, M.Si, Jumat (17/02) mengatakan, pihaknya menginginkan daftar RTS penerima rakin dimasing-masing Desa se Kabupaten Sumenep terpublikasi ke permukaan publik,
Read more >>

LAGI, POLISI TANGKAP 3 TERSANGKA JUDI JENIS TOGEL

Aparat Polres Sumenep, bergerak cepat menangkap pelaku judi jenis togel. Kali ini, 3 tersangka kembali diringkus di Tempat Kejadian Perkara (TKP) berbeda di Kecamatan Ganding.


Ketiga tersangka, adalah Halimi (35), warga Desa Bataal Barat, Achmad Romli (30), warga Desa Ganding, dan Ari (45), warga Desa Gadu Barat.


Kabag Operasional Polres Sumenep, Kompol Edy Purwanto menjelaskan, para tersangka ditangkap saat aparat Polres Sumenep bersama Polsek Ganding melakukan operasi gabungan, Jum’at (02/03/) malam.


“Kami bagi 3 Tim dalam operasi tersebut. Hasilnya, masing-masing Tim bisa menangkap 3 pelaku togel. Ada yang tertangkap ketika merekap disebuah buku, dan ada juga dicatat di Hand-Phone (HP),”kata Edy, di Sumenep, Sabtu (03/03).


Edy mengungkapkan, dari ketiga tersangka polisi mengamankan sejumlah barang bukti.


“Untuk tersangka Halimi, kami sita uang tunai senilai Rp. 8.000,00 dan HP, tersangka Achmad Romli, kami amankan uang tunai sebesar Rp. 14.000,00 bersama HP. Sedangkan dari tersangka Ari, disita uang tunai sebesar Rp. 30.000,00 kertas rekapan nomor togel, serta satu buah ballpoint,”terangnya.


Ketiga tersangka berikut barang bukti, kata Edy, sekarang diamankan di Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Sumenep, guna menjalani penyelidikan lebih lanjut.


“Perbuatan yang dilakukan para tersangka termasuk tindak pidana. Oleh karena itu, kami akan mengganjar mereka dengan pasal 303 KUH Pidana, ancaman hukuman diatas 5 tahun penjara,”ungkapnya. ( Nita, Esha )


Sumber:http://sumenep.go.id/
Read more >>

Kamis, 08 Maret 2012

Sumenep Siapkan Perda Larangan Mengemis



Pragaan, Sumenep - Pemerintah Kabupaten Sumenep akan membuat peraturan daerah tentang larangan mengemis. "Langkah ini kami ambil karena sangat sulit menekan jumlah pengemis," kata Sekretaris Dinas Sosial Sumenep, Arif Santoso, Jumat, 2 Februari 2012.

Menurut Arif, banyaknya pengemis di Kota Sumenep membuatnya identik sebagai kota pengemis. Berbagai upaya sudah dilakukan Pemerintah Sumenep dan Pemerintah Jawa Timur untuk menekan jumlah pengemis, seperti memberikan pelatihan dan bantuan kambing. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil. “Di sini mengemis sudah jadi profesi, jadi sulit lepas," ujarnya.

Seperti di Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, yang dikenal sebagai kampung pengemis. Sebanyak 90 persen warganya berprofesi sebagai pengemis. Kiai Makmun, ulama dari Pragaan Daya, menilai sulit memberantas rantai pengemis dari Pragaan karena sudah diwariskan turun-temurun.

Bahkan, menurut Makmun, banyak santrinya yang tidak lulus sekolah karena diberhentikan sekolah oleh orang tuanya untuk dijadikan pengemis. "Di sini mengemis seperti bisnis, jaringannya kuat. Pengemis yang sadar sulit melepaskan dari jaringan," ujarnya.

MUSTHOFA BISRI

Sumber:http:tempo.co

Read more >>

Machiavelli, Marx, dan Mungkin


ide-ide Niccolo Machiavelli… sangat bermanfaat… pendekatannya terfokus pada peran individu sebagai aktor mandiri yang memiliki, menciptakan, dan memanfaatkan sumber daya politik. Pendekatan ini berbeda sekali dengan fokus Marx dan pengikutnya… yang amat membatasi atau malah menafikan peran individu selaku penyebab perubahan sosial.
—R. William Liddle, "Marx atau Machiavelli: Menuju Demokrasi yang Bermutu di Indonesia dan Amerika", Nurcholish Madjid Memorial Lecture, di Aula Universitas Paramadina, Jakarta, 8 Desember 2011. 
Machiavelli adalah kata kotor yang sulit dielakkan. Nama itu selalu dikaitkan dengan kalimat "tujuan menghalalkan cara". Tapi orang Italia ini juga menulis sebuah buku yang selama 500 tahun diperbincangkan, tentang manusia dan politik. Ia bukan pengarang dengan semboyan pendek.
Tapi ia juga bukan filosof dengan teori besar. Ia berangkat dari pengalaman—jalan yang ujungnya kegagalan. Bukunya itu, Il Principe, yang rampung di tahun 1516, ditulisnya di sebuah vila tua tempat ia mengundurkan diri. Setelah kalah.
Tiga tahun sebelumnya, ia, pejabat tinggi Republik Firenze, tergusur karena perang dan politik. Ia kehilangan jabatan, sempat ditahan dan disiksa. Selepas itu, bersama istri dan empat anaknya ia menyingkir ke San Casciano, 15 kilometer di barat daya Firenze.
Dari sini lahir "pamflet" itu: Il Principe, sebuah pedoman kekuasaan. Bila "teori politik" sebelumnya mengajarkan, seorang pemimpin baru mampu menggunakan kekuasaannya bila disertai moral yang benar, Il Principe tidak. Bagi kitab ini, politik adalah kiat untuk membentuk, merebut, mempertahankan, dan memperkuat negara, lo stato. Moralitas dan agama hanya penting sepanjang membantu politik.
Buku itu dilarang Gereja pada 1559. Machiavelli memang tak berharap banyak dari agama. Baginya, agama, dalam hal ini Kristen, hanya mengagungkan manusia yang lembut hati dan kontemplatif, bukan manusia yang bertindak. Padahal dalam politik yang terpenting adalah virtù.
Virtù berarti kejantanan, yang bertaut dengan tindakan: ketegasan, keberanian, kegesitan, kegarangan, kelicikan—semua sikap yang perlu buat berkuasa. 
Dengan virtù manusia melawan nasib, Fortuna. Machiavelli mengiaskan Fortuna sebagai "sungai yang destruktif", yang bila marah, membawa banjir. Tapi "sungai" itu, Fortuna, bisa dijinakkan, meskipun tak bisa dilumpuhkan. Dengan bahasa seorang misogynist, Machiavelli mengibaratkan Fortuna seorang perempuan yang perlu dipukul dan dihajar agar bisa "dikendalikan". Dengan virtù.
l l l

Machiavelli hidup di zaman Renaissance yang meyakini manusia sebagai pusat pengukur semesta. Tak mengherankan bila dengan konsep virtù ia dianggap membuka jalan bagi keyakinan yang kemudian jadi ciri dunia modern: manusia sebagai subyek yang tak gentar akan sihir alam. Dengan akalku, aku, subyek, mengatur nasib dan dunia. 
Saya kira ide tentang subyek yang solid itulah yang bergema dalam paparan Liddle: ia mengasumsikan pentingnya "individu" dalam pemikiran Machiavelli. Individu, kata Liddle, adalah "aktor mandiri" yang "memiliki, menciptakan, dan memanfaatkan sumber daya politik".
Tapi sebenarnya premis ini tak kuat benar.
l l l

"Individu" sebagai "aktor mandiri" adalah sebuah ilusi. Sejak psikoanalisis Freud, tak mudah lagi orang berbicara tentang "subyek", "aku", sebagai sesuatu yang utuh. "Aku" sesungguhnya ungkapan diri yang didesakkan bahasa, dikondisikan oleh tata simbolik yang dikukuhkan struktur sosial—tapi akhirnya tetap saja diri itu tak bisa transparan sepenuhnya. 
Mungkin saja seorang "aktor" politik yang merasa mandiri sebenarnya dikendalikan berhala yang dibangunnya sendiri, baik berupa benda, sistem, tradisi, maupun agama. Sejauh mana ada "kemauan bebas" dalam dirinya, itu masih sebuah persoalan.
Dan dalam hal Machiavelli, saya ragu bahwa ia yakin "kemauan bebas" itu termasuk hakikat manusia. Mungkin ia malah tak yakin ada yang bisa dirumuskan sebagai hakikat manusia. Yang ia saksikan, manusia tak merdeka penuh dari Fortuna. Nasib itulah, tulis Machiavelli, yang memutuskan sebagian yang kita lakukan. Kita hanya bebas mengendalikan sebagiannya lagi.
Sebab itu ia sebenarnya tak memastikan peran individu dalam politik. Risalahnya, yang berjudul Latin De principatibus (bahasa Inggrisnya: principalities), lahir dari keprihatinan membangun keutuhan wilayah dalam satu negara yang kukuh; Machiavelli ingin Italia perkasa. Bila ia menghendaki sesosok individu yang teguh, sang Raja, saya kira itu karena baginya penguasa itu adalah proyeksi lo stato. Maka kita tak melihat bahwa Il Principe sebenarnya meletakkan Raja, seorang individu, hanya alat memperkuat lo stato. Ia harus mengikuti diktat tertentu—misalnya mengabaikan dorongan hatinya sendiri, demi tugas memimpin. Ia terbelah: ia subyek, ia obyek.
Mungkin itu sebabnya dalam bukunya yang lain, Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio, Machiavelli tak yakin sang Penguasa sosok yang solid dalam merawat Republik. "Orang banyak (la molitudine)," tulisnya, "lebih arif dan lebih konstan ketimbang Raja." Dalam hal berhati-hati dan menjaga stabilitas, "Rakyat punya pertimbangan yang lebih baik." Maka, "Bukan tanpa alasan jika dikatakan, suara rakyat adalah suara Tuhan." Sebab, kata Machiavelli, "opini yang universal" bisa menghasilkan hal yang mengagumkan.
Bukan berarti Machiavelli seorang demokrat jenis abad ini. Ia tak menegaskan rakyat sebagai penyangga utama kekuasaan Republik. Tapi ia tak juga meletakkan pemimpin sebagai sumber tunggal kekuatan. Pandangannya lahir dari keprihatinan yang terus-menerus tentang kemungkinan seorang Raja gagal menjaga kelanjutan hidup negara. Virtù perlu tegak. Juga hukum. Juga sistem untuk tak bergantung pada satu Pemimpin.
Keprihatinan Machiavelli terbit karena baginya kehidupan politik adalah antagonisme—mirip pandangan Schmitt, Laclau, dan Moufle di abad ke-20. Kekuasaan negara niscaya tumbuh dari benturan. Ketika ia anjurkan sebuah Republik agar merevitalisasi diri dengan "kembali ke dasar awal"-nya, Machiavelli mencontohkan prosedur di Firenze pada 1434-1494: tiap lima tahun dilakukan ripigliare lo stato, seakan-akan negara kembali ditegakkan, dengan membangkitkan rasa jeri (kepada musuh) seperti ketika di awal dulu.
Artinya, bagi Machiavelli, kekuasaan tak datang dengan manis—dan bukan dari sesuatu yang sudah hadir di luar gerak sejarah. Ia tak mengikuti teori Plato. Ia tak anggap Republik dibentuk dari ide.
l l l

Mungkin itu sebabnya Machiavelli pernah dianggap sebagai "pendahulu pendekatan materialisme terhadap sejarah". Dalam Political Thought from Machiavelli to Stalin: Revolutionary Machiavellism (Palgrave Macmillan: 2004), E.A. Rees mengutip kesimpulan itu dari ensiklopedia yang diterbitkan Akademi Komunis di Uni Soviet di tahun 1925-1926. Di sini Machiavelli dirapatkan ke Marx, seperti pernah dicoba pemikir Marxis Italia terkenal itu, Gramsci.
Memang ada titik temu: sebagaimana bagi tiap pandangan sejarah materialistis, bagi Marx dan Machiavelli tak ada kehadiran yang transendental dalam hidup yang mengalir berubah. Tak ada rekayasa dari Langit atau "Aku" di luar proses ruang & waktu. Subyek dan identitas—baik sebagai Raja dengan virtù-nya, sebagai rakyat yang militan untuk kemerdekaannya, maupun proletariat dalam revolusinya—justru baru muncul menegas dalam perjuangan politik. 
Tapi titik temu itu tentu tak tepat benar. Marx lebih optimistis; baginya kelak akan lahir dunia baru yang lebih baik. Bagi Machiavelli, corak dunia tak secerah itu.
Dari abad ke-16 yang diguncang-guncang politik, ia memang peka terhadap ketidakajekan. Ia kutip banyak cerita dari sejarawan Livio tentang negara yang terletak genting di antara stabilitas dan kejatuhan—cerminan kondisi manusiawi yang fana.
Marx juga melihat kondisi manusiawi itu sebagai "basis" dari kekuasaan politik yang berganti-ganti. Tapi ia hidup di abad ke-19 yang mempercayai kepastian ilmu; sosialismenya pun disebut "ilmiah". Dengan metode ilmu, Marx melihat sejarah menuju ke akhir yang jelas dan kekal: masyarakat yang tanpa konflik dan pengisapan.
Kini kita tahu ilmu bisa salah dan dunia tak kunjung lepas dari kapitalisme dan krisis-krisisnya. Kini sejarah berjalan tak pasti—dan debar jantung Machiavelli bergema lagi. 
Di titik inilah Althusser, filosof terkenal dan anggota setia Partai Komunis Prancis, menulis Machiavel et Nous. Naskahnya terbit pada 1990, setelah ia meninggal. Mikko Lahtinen menguraikan dengan bagus perkembangan pikiran tokoh Marxisme ini dalam Politics and Philosophy: Niccolo Machiavelli and Louis Althusser’s Aleatory Materialism (Koninklijke Brill NV: 2009)—salah satu sumber tulisan saya ini.
Althusser sepakat, Machiavelli adalah "pemikir materialis terbesar dalam sejarah". Tapi pandangan materialisnya terbentuk oleh praxis politik, hasil pergulatan dengan keadaan di suatu saat, mengikuti kaki yang bergerak terus di atas tanah. Ini materialisme tanpa perspektif yang punya arah. Berbeda dengan Marxisme. 
Althusser menyebutnya matérialisme aléatoire—dan ia mengadopsinya sebagai pengembangan materialisme Marx. Akar katanya, alea (Latin), berarti dadu. Materialisme ini bertolak dari konsep "materi" yang tak cenderung berbentuk; ia ibarat lempung meleleh yang tak menjurus ke sebuah wujud karya keramik. Dalam sejarah politik, "materi" ala Machiavelli adalah percaturan sosial-politik sehari-hari, dunia kehidupan (Lebenswelt) yang bergerak acak. Tanpa desain. Bentuk akan muncul dari pergeseran "materi" itu sendiri bersama energinya, tapi tak terduga, seperti jatuhnya dadu di ruang kosong. Tak ada rumus dan otoritas yang mengaturnya. Serba-mungkin. 
Selama itu, persaingan terus. Tak ada satu subyek politik pun yang bisa mengklaim hak untuk menang. Gelombang yang membentuk dinamika sejarah akan tetap mengempas: perjuangan mereka yang tak masuk hitungan melawan mereka yang menentukan hitungan. Tiap bentuk kekuasaan (juga "demokrasi liberal" kini) tak bisa mengelakkannya. Dan kita tak tahu apa selanjutnya. Mungkin A, mungkin X.
Itulah sejarah demokrasi: cerita tegang untuk memilih satu di antara pelbagai "mungkin". Pilihan itu tak akan "benar" selamanya. Bagi Machiavelli, yang bisa diharapkan memang bukan "benar" yang kekal, tapi "benar" dalam arti efektif: verità effettuale della cosa. Tentu saja tak cukup. Juga dalam zaman yang tak pasti ini, politik demokratisasi hanya akan bersungguh-sungguh bila mengusung "benar" yang universal, dan sebab itu terus berkobar: cita-cita ke arah hidup yang tanpa penindasan. Cita-cita Marx.
Jakarta, 15 Desember 2011
Goenawan Mohamad


Sumber:tempo.co
Read more >>

Menjaga Keragaman Indonesia Diserukan dari Sumenep

TEMPO.COJakarta- Kabupaten Sumenep menyerukan untuk terus menjaga perdamaian di Indonesia. Seruan ini disampaikan seiring dengan semakin merebaknya konflik horizontal di Indonesia. “Keragaman adalah kekayaan Indonesia,” kata Bupati Sumenep KH A Busyro Karim dalam seminar tentang Satu Bangsa, Satu Perdamaian, Satu Kesejahteraan di Pendopo Sumenep, Selasa, 14 Februari 2012. 

Seminar ini diselenggarakan Gerakan Ekayastra bekerja sama dengan Pemerintahan Daerah Sumenep. Pembicara yang hadir antara lain KH Salahuddin Wahid selaku Ketua Gerakan Integritas Nasional, I Gde Pradnyana (Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BPMigas), Sunudyantoro (Redaktur Politik Koran Tempo), Teguh Santosa (Pemred Rakyat Merdeka Online yang juga Wasekjen PP Pemuda Muhammadiyah) dan dipandu oleh Tri Agung Kristanto, Redaktur Politik dan Hukum Harian Kompas.

Busyro menegaskan keberagaman dan harus dihargai dan dijunjung tinggi karena memang menjadi struktur kebangsaan Indonesia. Sejarah negara Indonesia memperlihatkan pluralisme adalah kekuatan bangsa. Keberagaman, ujar dia, seharusnya tidak menghancurkan Bangsa Indonesia. Sejarah menunjukkan, Sumenep sudah menunjukkan penghormatan terhadap pluralisme. “Ini harus kita jaga bersama,” ujarnya. 

Ketua Gerakan Ekayastra Unmada, Putut Prabantoro menyatakan kegiatan ini dilatar belakangi semakin maraknya konflik horizontal dan vertikal di berbagai daerah. Konflik-ini bersumber dari perebutan batas wilayah otonomi daerah, sumber ekonomi, dan sentiment suku pendatang dan suku asli. Dia khawatir, jika konlfik ini tidak segera diselesaikan, frekuensinya akan meningkat. “Ini mengancam keindonesiaan,” kata dia.

Asisten Bidang Pemerintahan, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Ashyar menegaskan pendekatan penyelesaian konflik harus dilakukan dengan menghormati budaya dan nasionalisme. Pendekatan ini dia nilai membutuhkan peran media. Para pekerja media harus menyadari arti penting posisinya sebagai penerang masyarakat. “Pers harus mengakomodasi keragaman,” ujar Ashyar.

KH Salahudin Wahid menyatakan, semua pihak wajib mengkritisi jika melihat adanya kekurangan pemerintah dalam mengelola negara. "Pemerintah harus dikritisi," ujarnya. Dia berharap tidak ada usulan untuk melakukan suksesi pemerintahan di tengah jalan. Jika ini terjadi, kata dia, akan ada biaya sosial yang tak tergantikan. 

I WAYAN AGUS PURNOMO | SUNUDYANTORO
Read more >>
Read more >>